loading...
Seandainya berita ini benar...gimana pendapat para Lawyer
Kisah Orang Yang Terkukum karena Mengontrakkan Rumahnya
Sekedar berbagi pengalaman tetangga teman
*Wajib dibaca oleh tiap orang yang mengontrakkan rumahnya.*
Tetangga saya mengontrakkan rumah. Dia sendiri punya rumah kedua yang ditinggalinya.
Pengontrak menyewa selama setahun, Desember 2012 sampai Desember 2013. Tapi baru 6 bulan si penyewa sudah tidak lagi tinggal di situ. Dia menunggak iuran lingkungan Rp 250 ribu per bulan. Juga tidak membayar rekening listrik dan air sehingga aliran listrik dan air diputus. Tunggakan ini terjadi bahkan sebelum pengontrak meninggalkan rumah tanpa pemberitahuan apa pun ke pemilik.
Pemilik terus-menerus ditagih iuran lingkungan oleh pak RT. Pemilik berkali-kali menghubungi si pengontrak lewat panggilan telepon maupun SMS tapi tidak pernah berbalas.
Akhirnya, gerah dengan semua itu, pemilik akhirnya membayar semua tunggakan, kemudian mengurus listrik dan air agar tersambung kembali.
Di bulan ke sepuluh, Oktober 2013, pemilik mengontrakkan rumah tersebut ke orang lain. Beberapa barang milik pengontrak lama dikumpulkan di salah satu sudut ruang tamu. Barang-barang tersebut tidaklah sangat berharga.
Bulan ke sebelas, Nopember 2013, pengontrak lama datang lagi setelah lima bulan meninggalkan rumah. Dan dimulailah babak drama yang mengenaskan.
Pengontrak lama marah-marah ke pemilik karena berani membuka rumah tanpa ijin darinya. Kemudian mengadukan halnya ke polisi. Serentetan dakwaan didaftarkan. Dituduhkan bahwa pemilik rumah membuka rumah tanpa seijin penyewa. Ini adalah pelanggaran yang serius.
Kemudian rumah dikontrakkan lagi ke orang lain sebelum akhir masa sewa setahun habis. Ini juga pelanggaran hukum.
Tuduhan lain adalah pencurian. Pemilik dituduh mencuri A/C, lemari es, TV, home theater, dan lain-lain barang-barang rumah tangga. Padahal pemilik yakin bahwa barang-barang tersebut tidak ada di dalam rumahnya.
Pembelaan pemilik rumah bahwa dia sudah berkali-kali menghubungi pengontrak dianggap pembelaan lemah. Karena pengontrak mengatakan sudah ganti nomor telepon. Dan tidak ada kewajiban memberitahu ke pemilik. Bahkan, walaupun pengontrak tetap memakai nomor telepon yang lama, tidak ada kewajiban membalas panggilan telepon yang masuk.
Pembelaan bahwa pengontrak tidak membayar tagihan listrik, air dan iuran lingkungan juga tidak dianggap kuat. Sebab, itu bisa dibayarkan nanti oleh pengontrak sebelum rumah dikembalikan ke pemilik
Pengontrak adalah orang yang tahu hukum, dan dia tahu di pasal-pasal mana dia bisa menekan pemilik rumah. Dan entah kongkalikong dengan polisi atau bagaimana, pemilik rumah merasa sangat terpojok posisinya di depan polisi.
Akhirnya ditawarkan opsi damai di mana pemilik harus membayar Rp 100 juta ke pengontak dan pengontrak akan mencabut semua tuntutan. Bila tidak, pengontrak akan terus ke pengadilan dengan tuntutan pidana dan perdata. Bisa-bisa pemilik harus membayar sejumlah uang yang dituntut pengontrak (Perdata) dan juga harus mendekam di penjara (Pidana) bila tuntutan terbukti benar. Itu pun setelah melalui proses pengadilan yang panjang dan bertele-tele, menyita waktu, tenaga, dan pikiran. Pemilik rumah benar-benar tidak bisa berkutik. Akhirnya setuju untuk berdamai dengan membayar Rp 100 juta ke pengontrak.
Saya tercenung mendengar cerita ini. Merasa kasihan pada pemilik rumah yang tetangga saya. Saya juga punya rumah yang saya kontrakkan. Dan kemungkinan besar saya akan mengambil langkah yang sama bila pengontrak meninggalkan rumah saya begitu saja sebelum masa kontrak habis.
Di bawah ini menurut saya beberapa pelajaran penting dari kasus ini.
1. Hendaknya kita melek hukum. Meski profesi bermacam-macam, mempelajari hukum itu tetap wajib bagi siapapun dan apa pun profesi anda.
2. Membuka pintu rumah kita sendiri yang sudah kita kontrakkan adalah pelanggaran hukum. Kita harus minta ijin pengontrak sebelum memasuki rumah kita sendiri.
3. Mengontrakkan lagi rumah yang belum habis masa kontrak sebelumnya juga pelanggaran hukum.
4. Menghubungi berkali-kali tanpa berbalas tidaklah dianggap sebagai pembenaran atau pembelaan tindakan melanggar hukum kita.
5. Menunggak listrik, air, iuran lingkungan bukan alasan pemilik dapat menghentikan perjanjian kontrak.
6. Hendaknya bisa dibuat klausal dalam surat kontrak mengenai pemutusan perjanjian sewa rumah secara sepihak oleh pemilik dalam kasus penyewa menyeleweng.
7. Anda bisa menambahkan ‘lesson learned’ versi anda sendiri.
Demikianlah pernik-pernik kehidupan. Dan kita seharusnya belajar dari pengalaman orang lain.
Sumber WAG, Penulis asli tidak diketahui, sekedar sharing untuk membuka wawasan bagi mereka yang akan dan sedang mengontrakkan rumah atau propertinya agar melek hukum dan terhindar dari jebakan, moga bermanfaat.
loading...